Namaku Arana. tapi panggil saja Ar.
Aku dilahirkan di Darwin, Australia oleh pasangan John Blackmoon dan Vella Blackmoon. kedua orangtua ku adalah warga asli Australia, tapi mereka bukan aborigin. Aku dulu bersekolah di sekolah lokal dan seperti gadis biasa pada masa itu, aku kursus menyulam, belajar membuat tembikar, dll. meski aku terlihat kalem, tapi aku lantang dalam mengemukakan pikiranku, sering memenangkan perlombaan debat maupun perang argumentasi di kelas. Aku bercita-cita menjadi seorang pengacara atau menjadi seorang konsultan negara.
demi mengejar cita-cita, pada usia 18 tahun, aku pergi meninggalkan kampung halaman ku untuk kuliah di Melbourne. Aku pun mendapat kesempatan mengenyam bangku kuliah di fakultas Hukum sebuah universitas negeri.
suatu malam di bulan Agustus (tepatnya pada tanggal 2 Agustus 1951), aku baru saja selesai belajar dari perpustakaan universitas yang terletak beberapa ratus meter dari kampus, dan pulang ke asrama kampus ku dengan berjalan kaki. jalanan sangat lengang, tentu saja, karena saat itu sudah lewat tengah malam.
tiba-tiba aku diserang oleh seorang wanita tua. aku langsung mengira "inilah akhir hidupku". namun tiba-tiba saja saat ia melihat wajahku, wanita itu berhenti dan menghilang di kegelapan malam. Aku yang menderita luka gigitan di leher, terseok-seok menuju sebuah gang untuk melindungi diri. aku takut wanita itu kembali lagi dan menghabisiku, walau aku tau bersembunyi saja tidak ada gunanya. entah makhluk apa itu, aku tak tau. tapi aku yakin dia bukan manusia. bekas gigitan yang ditinggalkannya terasa membara. seluruh tubuhku sakit bagai digilas truk. aku mengejang kesakitan, berteriak-teriak mencoba meminta pertolongan, tapi tak ada satupun yang datang. aku begitu kesakitan. apakah harus sesakit ini kematianku?
--Kehidupan Vampir--
Aku terbangun dengan bingung. Aku tau saat itu aku bukanlah diriku lagi. kesakitannya sudah lenyap. aku seperti merasa memiliki tubuh baru. penglihatanku makin tajam, aku bisa mendengar desisan angin di sekitarku. aku merasa... sempurna. tapi ada yang salah dengan tenggorokanku. panas, kering, seperti tak pernah disentuh air. tapi bukan air yang aku inginkan. ada yang lain. sesuatu yang berbau amis tapi wangi bagiku, hangat, dan menggiurkan. aku bisa merasakan baunya.
Darah.
aku terkesiap dengan apa yang terlintas di benakku barusan. aku bingung. apa yang terjadi denganku? mengapa bukan air? kenapa... aku... ingin darah?
aku tak tahan dengan apa yang aku pikirkan. aku tak mengerti dengan apa yang terjadi denganku. aku ingin bertemu ibu. dia punya jawaban atas semua pertanyaan. aku selalu mengandalkan kearifannya untuk masalahku. tapi bisakah? Tidak. aku tidak mau ia melihatku seperti ini. aku tak ingin membuatnya takut.
dan aku pun melarikan diri sejauh mungkin. berlari dengan kecepatan yang asing. aku tau mobil tercepat yang pernah dibuat pun tak secepat lariku ini. tapi itu bagus, karena aku harus pergi jauh, jauh.., tak perduli sejauh apa.
aku terus berlari dan berenang hingga ke sampai ke sebuah pulau kecil di bagian timur Indonesia. aku senang aku telah jauh dari Melbourne, bahkan aku keluar dari Australia. tapi masih ada yang salah. Dahaga ini. aku seperti tercekik oleh tali api. panas dan kering. aku harus minum. tapi sekali lagi bukan air biasa yang ku inginkan.
tiba-tiba seorang pria muda berdiri di tempatku. dilihat dari penampilannya ia pasti penduduk setempat. ia terperangah melihatku. tapi aku tak sempat bertanya apa yang membuatnya terperangah. aroma yang menguar dari kulitnya begitu menyejukkan tenggorokanku. aku tak lagi berpikir. instingku lah yang mengambil alih. dan sedetik kemudian gigiku sudah menancap kuat di lehernya.
(to be continued)
0 comments:
Post a Comment